MELIHAT LEBIH JAUH PERJALANAN
MODERNISASI ISLAM DI KEPULAUAN SAPEKEN
MODERNISASI ISLAM DI KEPULAUAN SAPEKEN
(SEBUAH TRANSFORMASI MENUJU KEHIDUPAN ISLAM YANG MODERN DAN BERADAB SERTA TIDAK FANATIK)
Oleh : Minhadzul Abidin
Melihat lebih jauh perjalanan modernisasi Islam di kepulauan sapeken memang terkesan wacana kontroversial, karena dalam berbagai pembahasan isu tentang modernisasi selalu dikaitkan dengan paham Islam liberal atau gerakan-gerakan pembaharuan islam yang menurut sebagian orang adalah paham sesat dan menyesatkan, tetapi melalui tulisan ini tidak akan mengangkat perdebatan wacana pembaharuan islam baik itu liberal atau fundamental karena memilki wailayah masing-masing yang sangat sensitif meskipun ada keterkaitannya masing-masing.
pembaharuan Islam di kepulauan sapeken tidak bisa dilepaskan dari gerakan-gerakan pembaharuan Islam di Indonesia yang sudah muncul sangat lama, mulai perdebatan antara NU dan Muhammadiyah yamg kaitannya dengan permasalahan fiqih tidak bergerak pada tataran yang lebih komplesitas mengenai kebutuhan umat, sampai sekarangpun perdebatan wacana Fiqh tersebut belum pernah selesai, sehingga isu-isu aktual yang cenderung mengharapkan Islam berbicara dalam konteks sekarang terkesan terlambat, sehingga paradigma islam yang terkenal sebagai rahmatan lil alamin agama yang paling sempurna mulai dipertanyakan, karena Islam tidak menyentuh wilayah yang oleh Cak-Nur disebut kondisi Ke-kinian, bagaimana Islam harus sesuai dengan Indonesia dan Zaman Sekarang yang biasa beliau sebut sebagai keislaman keindonesian dan kemodernan, kemudian muncullah pemikir-pemikir Islam baik itu pemikir islam yang cenderung fundamental seperti Prof.Dr. Rasyidi,Deliar Noer dll, sedangkan Islam yang katanya Liberal pada saat itu diwakili Nurcholish Madjid , Ahmad Wahib dll. kemudian mereka bertempur dalam wacana keislaman dalam berbagai sudut pandang islam dalam bidang ekonomi, politik, budaya, hukum dll sehingga dari hasil perdebatan itu selalu memunculkan ide segar dalam pembaharuan islam tetunya dalam berbeda sudut pandang. sampai sekarang perdebatan antara kedua paham tersebut sampai sekarang masih tetap dilanjutkan, marilah kita anggap perbedaan adalah fithrah dan melihatnya sebagai wacana untuk mengembangkan kajian islam demi islam yang kita cintai. Karena hukum yang paling adil adalah Allah SWT untuk menentukan mana yang benar dan Salah, dalam Surah As-Sajadah ayat 25 Allah Berfirman yang artinya :
" Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang memberikan keputusan di antara mereka pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka perselisihkan padanya."
Di kepulauan sapeken kita tidak berbicara wilayah perdebatan pemikirannya, modernisasi disini adalah perjalanan perkembangan Islam di kepulauan sapeken dari waktu-kewaktu, pada mulanya Islam di kepulauan sapeken adalah Islam tradisional masih percaya dengan kepercayaan karena terisolasi dengan budaya (baca : NU) yang menjadi tokohnya pada saat itu adalah Mbo Puan (KH.Abu hurairah) sebagai tokohnya dimana beliau mengajarkan Islam yang lebih kearah Ibadah perbaikan akhlak tentunya dengan sistem tradisional, kemudian muncullah Ust. Addailami-Muda- yang cenderung berpaham modern ISLAM PERSIS yang dibawanya setelah menimba ilmu di Pesantren PERSIS Bangil, sangat fundamental dan keras terutama kalau berbicara soal Fiqh dan Aqidah, Ust.Addailami-muda- yang nota bene adalah anak K.H Abu Hurairah sendiri (mbo puan) mendapat respon yang sangat besar dari masyarakat kepulauan sapeken karena ketegasan dan pencitraan beliau yang berani dan wibawa, sehingga bentuk Ibadah yang dicemari oleh Takhayul, Bid'ah dan Churafat mencoba dinetralisir dengan tegas oleh Ust Ad-Dailami-muda-, bahkan tokoh tasawuf di pulau saur yang bernama SIN TANG yang percaya bahwa Dia tidak perlu mengerjakan rukun Islam karena kedekatannya dengan Tuhan dan bahkan banyak mempengaruhi umat islam daerah tersebut menjadi tidak berkutik, ibaratnya bagaimana wali songo menghukum syekh siti jenar.
Tongkat estafet perjuangan dakwah Mbo Puan ini menjadi milik beliau dan beliau juga dibantu oleh Ustad muda dari luar daerah yang mengajarkan pendidikan Islam yang lebih sistematis dan lebih modern. kemudian muncullah Madrasah dari ibtidaiyah, Tsanawiyah sampai Aliyah sementara golongan tradisonalis yang masih memegang amanah ke-NU-annya masih tetap istiqomah dalam perjuangan dakwahnya.Rahasisa besar kesuksesan Dakwah Ust.Ad-Dailami-muda- adalah dengan didirikannya Pesantren dengan swadaya masyarakat kepualauan sapeken akhirnya berdirilah pesantren yang cukup sederhana yang bernama Pesantren Persatuan Islam Abu-Hurairah dimana dipesantren itulah yang merupakan tonggak perubahan keagamaan dikepualaun sapeken, dari pesantren itulah muncullah kajian-kajian Islam, ustad-ustad terdidik dan berbagai fatwa untuk memajukan masyarakat kepulauan, kemudian diberlakukannya Hukum adat yang berpedoman Hukum Syariah, meskipun tidak bertahan lama , tetapi harmonisasi kehidupan masyarakat kepualauan yang bersendi syariat Islam selalu terwujud. atas dasar itulah jadilah ust.Ad-dailami menjadi tokoh (Figure central) dimasyarakat beliau begitu dikultuskan, dihormati dan disanjung bahkan beliau difanatikkan meskipun Ust Ad-Dailami sendiri tidak mau berpikir sejauh itu, menurut kuntowijoyo dalam bahasa sosialogi kadang kala penokohan selalu membuat kita mapan tanpa kita sadari dan kita terjebak didalamnya.
Ust.Ad-Dailami masuk dalam ruang politik yang menurut sebagian orang merupakan awal kejatuhan (down Figure) ust. Ad-dailami yang merupakan seorang ulama berkharisma, menurut Ibnu Khaldun (w 1406 M) dalam kitabnya Mukaddimah, ulama (baca: intelektual, cendekiawan) cenderung jauh, atau menjauhi politik karena watak mereka yang lebih cenderung tenggelam atau menenggelamkan diri dalam dunia ide, dan refleksi intelektual (mu'tadun al-nazar al-fikri wa al-ghaus 'ala al-ma'ani). Mereka cenderung melakukan abstraksi, dalam pengertian mencari pola-pola umum dari data-data empirik yang terserak. Minat mereka bukan pada fakta-fakta empirik yang bersifat sporadis dan carut marut, tetapi mencari pola-pola umum, atau apa yang disebut oleh Ibn Khaldun sebagai "umur kulliyyah 'ammah". Kerja ulama, dalam pandangan Ibn Khaldun, adalah persis seperti yang ia kerjakan sendiri, yakni melihat sejarah sebagai suatu arena tempat bekerjanya pola-pola besar. Bagi seorang sejarawan, suatu data sejarah kecil di sebuah tempat dan berkenaan dengan masyarakat tertentu, tidaklah terlalu menarik. Sebab, yang penting bagi dia adalah sebuah pola atau hukum yang bersifat umum. Dengan kata lain, abstraksi pemikiran adalah watak yang melekat pada kerja seorang ulama. Sementara itu, politik, menurut Ibn Khaldun, menuntut sesuatu yang lain. Seorang yang bekerja di sektor politik harus membaca dengan jeli setiap gejala secara spesifik. Seorang "politisi" ( istilah Ibn Khaldun, "shahib al-siyasah"), "dituntut untuk memperhatikan segala sesuatu yang berkembang di dalam dunia empirik berikut segala hal yang menjadi akibatnya (mura'at ma fi al-kharij wa ma yalhaquha min al-ahwal wa yatba'uha).
Sehingga Ust. Ad-Dailami bukan hanya harus dipandang sebagai seorang tokoh ulama berkharisma melainkan sebagai tokoh politik yang terjebak pada kepentingan (conflict of interest) dan idiom kepentingan tersebut selalu berada dalam hujjah sebagian tokoh politik, tanpa dibedakan apakah partai politik berasaskan sekuler atau islam. itulah yang menjadi degradasi kekuatan dakwah ust-Addailami dimana bukan persatuan yang selalu ada melainkan perpecahan sehinga umat islam di kepulauan merasa gerah dan krisis kepercayaan (crisis of integrity) apalagi sebagian orang mulai memanfaatkan secara tidak wajar ke-kharisma-an Ustad ini.
setiap perubahan pada awalnya bermula pada kegelisahan melihat gejala yang ada, pesantren yang dulunya menjadi basis umat dan selalu melahirkan generasi terdidik mulai runtuh, Pesantren menjelma menjadi sebuah ketakutan dan stagnasi pemikiran islam, kemudian muncullah bibit perlawanan dari alumni-alumni pesantren sendiri yang mencicipi dunia kampus dan sering berintreraksi dengan dunia intelektual, dengan keyakinan di pesantrenlah perubahan kepada seluruh masyarakat kepulauan sapeken yang mulai tertindas akan tercipta, yang selama ini pesantren menjadi corong aspirasi Rakyat mencoba ditenggelamkan oleh sebagian elit-elit politik yang berada dalam pesantren. ternyata karena kemampuan konsolidasi dan integritas masyarakat gerakan perubahan tersingkir dan di mulai dieliminasi menjadi kekuatan sesat (baca:JIL) dan hal yang paling tragis mahasiswa dan gerakan-gerakan perubahan itu dipecundangi, tidak berkutik dan mengobral minta maafnya dihadapan seluruh masyarakat kepulauan tepatnya diacara " mengantisipasi bahaya pemikiran islam liberal di kepulauan sapeken" yang dilaksanakan di kandang gerakan perubahan itu di masjid mujahadah. sungguh ironis. setelah itu, gerakan-gerakan perubahan keislaman itu menjadi sampah tidak bisa berdiospora dengan masyarakat dan masyarakat seakan menutup mata dari gerakan tersebut. ada beberapa asumsi yang mungkin jadi penyebab kegagalan gerakan perubahan, penyebabnya bisa dilihat :
1. gerakan perubahan tersebut tidak menjadi kekuatan konsolidasi yang solid hanya sebagai pemanis tidak tersturuktur dan sistematis, tujuan dan targetnya tidak jelas
2. perubahan tersebut tidak didukung oleh seluruh masyakat sapeken
3. gerakan perubahan tersebut bukan bersal dari pesantren sendiri, karena pesantren mapan dan tidak mau berubah
inilah drama romantisme perkembangan wacana modernisasi Islam di kepulauan sapeken penuh tragedi, meskipun kehidupan keagamaan sapeken masih dalam taraf wajar-wajar saja , tetapi menjadi realitas yang memberikan inspirasi bagi gerakan-gerakan muda yang jengah dan gelisah melihat kondisi kepulauan yang stagnan, karena perubahan dikepulauan akan signifikan jika kita memahami dan mentransformasi Perjalanan Islam di kepulauan kita. That your chalenge guys. wallahu a'lam bish-showab.:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar