Perempuan Dalam Bingkai Islam
(Inspirasi Film Perempuan Berkalung Sorban)
(Inspirasi Film Perempuan Berkalung Sorban)
Oleh : Minhadzul Abidin
Kebahagianku adalah ketika kau bersama denganmu dan pergi bersama dengan dirimu, karena Allah ternyata tidak adil kepada Perempuan
(dialog Annisa-perempuan berkalung sorban)
(dialog Annisa-perempuan berkalung sorban)
ketika saya diajak oleh seorang teman untuk menonton film yang diadaptasi Novel dengan judul yang sama karya Abidah el Khalieqy, yang disutradai dengan apik dan penuh kontroversial oleh Hanung Bramantyo, saya langsung menyanggupinya, ada hal yang membuat saya penasaran dan terlalu (meminjam istilah andrea hirata) obsesif kompulsif dengan film Perempuan Berkalung Sorban (PBS), apalagi setelah membaca resensi film tersebut di salah satu surat kabar ibukota.
Penasaran saya tersebut bukan karena melihat kecantikan Revalina S Temat dalam cover balihonya di jalan , tetapi karena tertarik dengan perdebatan yang cukup klise yang sudah berlangsung lama yaitu modernisasi, demokrasi dan islam dan konsentrasi perdebatan nya adalah permasalahan gender, yang dituangkan dengan sangat miris dan dilematis dalam film tersebut, begitu menohok sendi-sendi keyakinan terutama bagi umat islam yang sangat tekstual dalam memahami dan menafsirkan ajaran islam.
Isu-isu atau pertarungan antara gender dan islam dalam fim tersebut sebenarnya masih tergolong klasik meliputi kepemimpinan perempuan, peran perempuan diluar rumah tangga,ketaatan perempuan terhadap suami,poligami.tidak ada yang menjadi isu yang baru, tetapi patut untuk dipertanyakan kembali benarkah Islam atau Allah yang kita yakini sebagai maha adil ternyata tidak adil terhadap makhluk yang dia ciptakan sendiri dari tulang rusuk Nabi Adam?, mungkin pertanyaan tersebut bisa kita komparatifkan dengaqn perbuatan Syamsudin atau Gus Udin (Reza Rahadian) tokoh antagonis dalam PBS. atas nama kekuatan dalil " bahwa perempuan tidak akan masuk surga karena tidak patuh dan tidak mau melayani suaminya" meskipun dia sering puasa dan sholat malam bertahun-tahun sekalipun" menjadikan Syamsudin melakukan aksi kekerasan berpayung dibawah naungan dalil tersebut dengan menyetubuhi dengan paksa (pemerkosaan) istrinya yang pertama karena tidak mau untuk disetubuhi, atau melakukan aksi biadab dengan menyetubuhi istri keduanya yang lagi hamil 8 bulan sehingga Perempuan tersebut mengalami pendarahan. sekali lagi atas nama pembenaran agama.
permasalahan kiprah perempuan dalam islam menjadi porsi yang relatif besar atau mendapat perhatian yang sangat serius dalam PBS, dalam islam memang dijelaskan bahwa wanita dilarang keluar kecuali bersama muhrimnya, atau Perempuan harus menjaga kodratnya dan untuk mengabdikan hidupnya kepada suami, Annisa (Revalina S Temat) tokoh utama dalam film ini sering mengkritisi tentang ulah ayahnya atau ustad-ustad di Pesantren Al-Huda yang atas nama pembenaran agama, mencoba membatasi ruang gerak perempuan untuk berkarya dan berkreatifitas, sejak kecil Annisa sering berontak atas diskriminasi terhadap dirinya, apalagi Annisa adalah anak seorang kyai pimpinan pondok pesantren tersebut, baik dilingkungan keluarga atau pesantren diskriminasi itu selalu menghampiri dirinya. misalya ketika dia tidak boleh menunggang kuda. dipaksa harus mengalah oleh seorang Ustad dengan cara tidak fair karena dia perempuan waktu pemilihan ketua kelas, Annisa merasa tak nyaman dengan lingkungan pesantren dan keluarganya karena selalu ‘menyampingkan’ statusnya sebagai perempuan dengan alasan syariat Islam, sampai dewasa pemberontakan dan kegelisahan tersebut terus bergejolak setelah Annisa tidak boleh kuliah karena tidak adanya muhrim, dipaksa menikah muda,di poligami, tidak boleh menuntut cerai dari suami yang zhalim.
Dan yang paling fenomenal dalam sekuel kiprah perempuan dalam islam yang mendapat porsi besar dalam film PBS adalah pengorbanan dan eksistensi dalam memberikan wacana perubahan terhadap santriwati pesantren untuk banyak membaca dan menulis serta hidup bebas.ketika itu Annisa sering memberikan buku BUMI MANUSIA karangan Pramoedya Ananta Toer yang dituils di penjara pulau buru, pada latar Film PBS tersebut adalah buku yang dilarang oleh pemerintahan orde baru,dalam adegan tersebut buku-buku tersebut dibakar atas nama Allahu Akbar, karena dirasakan akan membuat santriwati jadi nakal dan murahan, tetapi menurut Annisa yang terinspirasi oleh buku tersebut bahwa manusia harus bebas tidak boleh ada pengekangannya didalamnya meskipun atas nama agama sekalipun, biarkan perempuan berkaya an berkreativitas menjalani hidup tanpa paksaan dan belenggu nalar.
Allah tidak Adil pada perempuan, itu yang selalu diucapkan Annisa dalam film tersebut setiap mengalami aksi diskriminasi, Islam yang katanya rahmatan lil alamin tidak bisa dijadikan sebuah sandaran hidup bagi perempuan, benarkah? menurut kacamata sekuler yang mengambil data dari The Global Gender Gap Report tahun 2008 yaitu laporan penyelesaian permasalahan kiprah perempuan di 135 Negara ternyata negara-negara mayoritas muslim seperti arab saudi dan yaman menempati posisi terakhir , dan indonesia menduduki posisi 68 dan yang menduduki peringkat pertama sampai kelima adalah negara-negara skandinavia seperti swedia yang mayoritas beragama non muslim, jadi jelas bahwa negara muslim otomatis islam belum terbuka dengan permasalahan gender, dan sering terjadinya aksi kekrasan terhadap perempuan atas nama agama seperti di Afghanistan dll . itu kata orang sekuler, tetapi ada yang menarik juga dari film PBS tersebut ada sosok Khudori (okta antara) sosok yang mempunyai wawasan dan mempunyai pendapat lain atau tafsir tentang ayat-ayat pelegalan dominasi laki-laki terhadap erempuan dalam islam, khudori memnadang perempuan dari sisi kemitraan, kasih sayang yang tulus, keterbukaan dan persamaan nilai-nilai kemanuasian. dia memandang bahwa permasalahan diskriminasi terjadi bukan karena agama, tetapi karena dua hal yaitu, natural dan kultural, natural meliputi perbedaan karena perempuan harus melahirkan sedangkan laki-laki tidak, sedangkan yang paling mendominasi adalah kultural budaya patriaki yang berkembang kepada masyarakat sehingga mempengaruhi pada pola tafsir ajaran agama.
terakhir, mungkin film tersebut wajib ditonton otomatis bagi perempuan yang ingin melakukan pencerahan dan ingin pembebasan terutama hal yang positif tentang peran dan kiprah perjuangan perempuan. begitu menggelitik nurani dan begitu menghempaskan keyakinan tafsir yang absurd serta mendobrak nalar.
'
terimakasih tas semua masukan teman-teman salam bahagia selalu
BalasHapusselalu berbuat baik itu adalah intinya
BalasHapusasslm.alaikum...
BalasHapuskemaren aq ke bioskop sm temen2 q..terus disana ada beberapa film pilihan,ada 4 klo g' salah diantaranya wanita bersurban,,tapi sayangnya kmi g' milih itu.ya mnrut q sih kn kmren aq udah liat resensinya di tv ya udah pikir q,aq udh tau gmbarannya..
mnrut q sih aq sedikit tidak se7 dg persamaan gender,krn pada hakekatnya dan sampai kpn pun permpuan dan laki2 itu tidak sama...
seorang istri melayani suaminya,menyiapkan sarapan,melahirkan,menguruss anak dll...itu merupakan suatu kodrat,kodrat sbg wanita yg sbnernya tidak boleh ditawar..
jdi kesimpulannya,,perempuan boleh berkarir,boleh melanjutkan pendidikan setinggi2nya tpi dg tidak mengabaikan kodratnya..
sekian
maksih rara.. semoga kita bisa ngobrol banyak lagi..salam kenal ya
BalasHapus